PSBB dan Kisruh Bansos
By Abdi Satria
Oleh : M. Ridha Rasyid
Praktisi dan Pemerhati Pemerintahan Makassar
Bencana identik dengan bantuan. Musibah relevan dengan sadaqoh. Itu yang terjadi pada setiap malapetaka yang menimpa suatu wilayah. Tidak terbatas lagi pada banyaknya orang berpunya di tempat itu, namun rasa keterpanggilan untuk membantu meringankan beban orang lain pasti selalu muncul.
Rasa kemanusiaan itu senantiasa hadir pada tiap individu, kepekaan sosial itu ada dari komunitas maupun lembaga. Itulah identitas insan di bumi pertiwi, khususnya dan di belahan bumi lainnya, idem ditto.
Hampir terpusat perhatian banyak pihak pada suatu bencana. Uluran bantuan itu juga semakin banyak dan panjang. Tetapi celakanya, dan ini pasti terjadi, dikala banyak yang ingin dan sudah membantu, pada saat yang sama, ada pikiran kotor "bergelayut" di balik timbunan komoditi yang peruntukannya korban bencana maupun yang terdampak. Mengapa itu bisa terjadi?
Pertama, antusiasme individu, organisasi, lembaga swadaya yang begitu besar terhadap upaya untuk mengurangi beban warga yang tertimpa musibah/bencana, sehingga nyaris tidak terkontrol oleh pihak penerima bantuan, terutama dari unsur pemerintah, ke dua manajemen yang diterapkan untuk itu kacau balau, ketiga administrasinya tidak cermat.
Dan inilah potensi pertama penyelewengan, keempat, pemetaan distribusi bantuan akibat data yang tidak valid dan komprehensif, kelima, kepemimpinan yang lemah dari penanggung jawab penerima bantuan, termasuk di dalamnya kepala daerah setempat, keenam, yang membagikan di lapangan tidak tepat sasaran atau bahkan terjadi "penyunatan" volume bantuan, ketujuh, yang lebih parah, bantuan yang dikucurkan pemerintah di tengah derasnya bantuan sosial dari berbagai pihak, dicampur-adukkan, sehingga tidak jelas lagi.
Walaupun sejatinya mereka tahu sangat terang perbedaannya, pengaturan asal bantuan menjadi hal yang lumrah terjadi, ke delapan, lemahnya pengawasan dan pelaporan oleh pengelola bantuan itu.
Menjadi menarik kita bahas lebih lanjut hal ini karena juga terkait dengan ketika membaca secara keseluruhan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) 1/2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan Untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) Dan/ Atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman Yang Membahayakan Perekonomian Nasional Dan/atau Stabiltas Sistem Keuangan.
Sebagaimana banyak pihak menjelaskan substansi pokok dari peraturan ini adalah memberi ruang kepada pemerintah untuk fokus menangani penyebaran, penindakan dan pencegahan Covid19 ini. Daerah diberi keleluasaan untuk menggunakan anggaran tanpa limit agar bencana nasional non alam ini bisa tertanggulangi.
Yang jadi persoalan di sini , anggaran tanpa batas disandingkan bantuan tanpa henti, juga masih banyaknya warga yang belum menerima bantuan sebelum dan saat pemberlakukan pembatasan sosial berskala besar ini adalah ironi "yang sengaja" dibuat oleh oknum penentu kebijakan di daerah. Ini terjadi sejumlah daerah yang sudah dan sedang menerapkan karantina wilayah ini.
Seharusnya, satu pekan sebelum pelaksanaan pembatasan sosial distribusi atau penyaluran kebutuhan pokok itu telah terpenuhi ke semua warga, bukan minus satu hari baru disalurkan, sementara ribuan yang akan dibagikan. Itu pasti bermasalah hingga pelaksanaan pembatasan, atau boleh jadi setelah berakhir kebijakan ada warga yang sama sekali tidak mendapat bantuan.
Oleh karena pembatasan sosial ini tidak mengenal dikotomi kaya miskin. Karena "nasibnya" sama. Sama sama tidak bisa ke mana mana. Meskipun yang "berpunya" tentu tidak jadi masalah besar, selain teknologi yang canggih, juga aplikasi pengantaran barang dan jasa makin beragam.
Manajemen, teknologi, leadership
Kata kunci dalam menangani berbagai hal di dalam penanganan pandemi, epidemi, wabah yang kesemuanya bencana non alam, ataupun bencana alam berupa gempa, tsunami, angin puting beliung, musim kemarau berkepanjangan, banjir adalah manajemen, teknologi dan leadership.
Perlu ada pengaturan yang jelas, kongkrit dan menyeluruh, pengawasan dan evaluasi. Pemanfaatan teknologi yang makin mudah dan cepat serta kepemimpinan yang kuat pada semua hierarki pemerintahan berfungsi sebagaimana mestinya, maka penanganan bencana apa pun bentuknya bisa di tanggulangi dengan baik tanpa kisruh yang terlalu jauh dan mendalam.
Sejatinya suatu penanganan bencana, yakni upaya untuk mempercepata suatu proses penanganan dan pencegahan serta upaya antisipasi kemungkinan terjadinya penyelewengan atau penyalahgunaan bantuan sehingga salah sasaran.
Bahwa tidak semua abuse of power itu dilakukan untuk menguntungkan diri sendiri tetapi bisa saja yang diuntungkan orang lain atau kelompok tertentu, sementara yang berhak menerima justru di rugikan, sementara yang mengelola malah tidak bertanggung jawab dalam melaksanakan tugasnya itu.
Gambaran situasi yang ada, pernah ada dan sering terjadi seperti terungkap di atas, harusnya dihindari, terlebih memasuki bulan suci ramadhan, agar semua pihak menggunakan nalar religinya, bahwa ada sesuatu yang tidak pada tempatnya kita melakukan itu, disisi lain ada pihak yang sangat membutuhkan serta seyoganyanya dipenuhi hal itu.
PSBB, bukanlah singkatan dari Peruntungan Saat Bisa Berbuat, bukan itu. Namun Pembatasan Sosial Berskala Besar, artinya ada hak dasar masyarakat "dikarangkeng" - di "rumahkan" di- "bui" agar tidak mudah tertular oleh virus corona yang sangat ganas (cepat penularannya dan membunuh pelan pelan).
Social Responsibility
Yang minus di kita, di bangsa ini, adalah tanggung jawab sosial. Bukan sifat sosial. Kalau yang ini, bangsa kita paling tertinggi nilainya di bumi ini. Kita adalah bangsa yang selalu prihatin melihat orang lain "nelangsa". Bangsa ini sangat ramah kepada siapapun, saking ramahnya, bisa bicara pada orang yang dia tidak kenal sekalipun.
Bangsa kita punya kepedulian sosial yang terbaik di seantero jagad. Kita adalah bangsa sangat "penolong" untuk orang yang membutuhkan. Tetapi kita lemah dalam mewujudkan tanggung jawab sosial. Tanggung jawab sosial pengertiannya antara lain, bahwa setiap yang dilakukan untuk kepentingan orang banyak, terutama pada situasi krusial, senantiasa memenuhi hak yang tertimpa musibah. Ini yang sangat kurang pada diri bangsa.
Banyak contoh ketika terjadi bencana. Mungkin masih ingat bencana alam berupa tsunami di Aceh. Banyak "orang hebat" terseret kasus pengalengan dan penyalagunaan bantuan kepada masyarakat Aceh, juga di Lombok, Palu dan sejumlah daerah lainnya.
Yang harus ada dan tumbuh kepada orang orang yang diberi otoritas untuk pengadaan dan penyaluran bantuan yang menggunakan dana masyarakat, termasuk dari pihak organisasi dan lembaga, juga menggunakan anggaran dari anggotanya, agar disalurkan ke0ada yang membutuhkan, pendataan dilakukan secara cermat dan valid, tepat waktu pengantaran serta volume bantuan tidak "terkurangkan" di tengah jalan. Semua itu unsur dan anasir memenuhi tanggung jawab sosial .
Wallahu alam bisshawab
Makassar 24 April 2020 M/1 Ramadhan 1441 H.